Lampungku39-Kota Bandar Lampung sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan Provinsi Lampung tampak elegan jika melihatnya hanya sebatas pada bangunan-bangunannya.
Namun coba cek permasalahan kota ini melalui artificial intelegent google, maka muncul permasalahan lingkungan mulai dari pengelolaan sampah dan permasalahan kesejahteraan sosial.
Yang menarik ialah permasalah perempuan rawan sosial ekonomi. Perempuan rawan sosial ekonomi adalah perempuan dewasa yang tidak memiliki cukup penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kriterianya ialah berusia 18-59 tahun, tingkat Pendidikan rendah, istri ditinggal suami dan tidak mampu bekerja karena alasan tertentu.
Dari data Badan Statistik Bandar Lampung tahun 2022, ada 635 perempuan rawan sosial Ekonomi di kota ini dan terbanyak ada di Kecamatan Panjang dengan angka 275 orang dan Kecamatan Bumi Waras dengan angka 106 perempuan.
Katakanlah 600 lebih perempuan itu ialah fakir fiskin, maka negara bertanggungjawab untuk menanggung kesejahteraan sosial mereka berdasar pasal 34, Bab XIV Undang-Undang Dasar 1945 yang tertulis, “Fakir Miskin dan Anak-Anak Terlantar Dipelihara Negara”.
Sayangnya sampai artikel ini publish, ada jejak digital tentang pemeliharaan negara dalam hal ini pemerintah kota Bandar Lampung melalui tingkat kecamatan atau kelurahan terhadap ratusan perempuan rawan sosial ekonomi seperti yang tertera di atas.
Padahal pemerintah dapat memanfaatkan sumber daya alam untuk mencukupi kesejahteraan sosial mereka sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar tahun 1945.
Contohnya seperti dalam penelitian mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Bandar Aceh, yakni Khairatun Zuhra.
Dari penelitiannya, Perempuan Rawan Sosial Ekonomi tetap dapat berdaya dan mandiri dari penghasilannya sebagai pengrajin atap dari tanaman rumbia.***